Sedikit
cerita di masa remaja, tepatnya saat aku masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Sore itu di penghujung bulan ramadhan, aku lihat ibu siap-siap mau pergi, dalam hitungan jam anak-anaknya yang di Jakarta segera tiba di rumah (Sumedang).
“Ma, mau kemana?”
“Nyari bebek manila, Aa
(kakak Ipar) tadi nelpon katanya mau makan daging bebek manila”
Aku yang masih polos
bertanya-tanya dalam hati, kan yang minta bebek manila itu kakak ipar kok ibu repot-repot nyariin ke tetangga-tetangga yang ternak bebek. Setiap kali anaknya yang tinggal di kota ngabarin
mau pulang, ibu pasti nanya “mau dimasakin apa?”, “mau makan apa?”, “nanti
kalau pulang ke Jakarta mau bawa apa?, biar dicariin dari sekarang”.. Selalu
begitu.
Aku anak satu-satunya
yang tinggal di rumah terkadang diliputi cemburu melihat kebaikan dan perhatian ibu sama
anak-anaknya yang di perantauan.
“Ma, kok aku gak
ditawarin mau apa sih?” kataku suatu hari.
“Teteh sama Aa kan
pulangnya setahun sekali, jarang-jarang makan di rumah, kalau kamu kan tiap
hari ada di rumah” lanjutnya.
Rumah ini menjadi sepi sejak satu per satu dari kami mulai tumbuh dewasa. Bagi ibu, hari lebaran itu ialah hari yang paling bahagia. Bahagia karna anak, menantu dan cucunya kumpul jadi satu.
Pernah aku bertanya
pada beliau tentang perasaan seorang ibu terhadap anak dan menantunya,
siapa yang lebih disayang?
“Baik anak atau menantu
sama-sama sayang. Kalau sama anak, waktu anak salah seorang ibu berani marahin
bahkan terpaksa main fisik, tapi kalau menantu yang salah mana berani marahin, namanya juga anak orang" jawabnya.
Dulu, aku pikir hal itu
hanya adat istiadat orang sunda. Tapi setelah aku kenal tarbiyah, belajar
tentang kewajiban istri terhadap suami dan mertua. Memang benar, urusan ini di
atur dalam Al-Qur’an. Memasuki masa remaja, kami diajarkan dan diberi pemahaman bahwa
ketika seorang anak perempuan menikah, maka sepenuhnya milik suami, tapi
suami tetap milik ibunya. Istri wajib taat terhadap suami, dan suami taat terhadap
ibu (orang tuanya) dalam hal-hal yang diatur dalam syariat Islam.
Terlintas dalam pikiran
aku ketika itu, kenapa Allah gak adil?..Namun hal itu sudah terjawab saat aku
kuliah. Sesungguhnya segala perintah dan larangan Allah tak ada satupun yang
bertujuan untuk menyulitkan manusia. Tugas seorang anak laki-laki setelah menikah sungguh berat,
suami bertanggung jawab menafkahi istri dan anak-anaknya secara lahir dan
batin. Di samping itu Ia juga harus berbakti terhadap orang tuanya. Coba
dibayangkan, jika yang jadi ibu (mertua) itu adalah kita (perempuan), bukan hal yang mudah melepaskan anak lelaki yang
sudah dibesarkan, disekolahkan, diberikan semua kasih sayang penuh untuk hidup bersama perempuan asing yang baru dikenalnya. Sangat wajar jika seorang ibu terkadang
merasa cemburu atau takut kehilangan anak lelaki yang dicintainya. Tak sedikit
yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, seorang anak laki-laki lebih memilih
pergi bersama istri yang dicintainya. Bahkan di bawah pengaruh istri yang tidak baik, banyak
pula suami yang tega menyakiti ibu (orang tuanya) sendiri.. naudzubillah..
Begitu pula yang
dirasakan seorang ibu saat anak perempuannya menikah, perasaan takut kehilangan itu
pasti. Anak yang selama ini dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan
dimanjakannya, begitu menikah Ia harus merelakan putrinya dibawa sang menantu.
Ada perasaan takut, apakah sang menantu akan memperlakukan putrinya dengan baik
atau sebaliknya. Bagaimana dengan mertuanya, apakah Ia akan menyayangi putrinya
sama seperti sayang terhadap anaknya.
Ibu selalu berpesan
“jika kamu menjadi istri, jangan pernah sekalipun menyakiti hati orang tua
suami, terutama ibunya. Jika kamu bersalah sama ibu kandung, ibu kandung masih
bisa memaafkan. Tapi kalau menyakiti hati ibu mertua dan Ia tidak memberi maaf.
Maka menebus dosanya sangat sulit”. Kurang lebih seperti itu yang selalu ibu
ajarkan dan nasehatkan kepada anak-anak perempuannya saat mereka menjelang dewasa. Ibu bagiku adalah
guru kehidupan.
Sejak itu aku mengerti
dan tidak perlu merasa cemburu jika ibu memperlakukan menantunya dengan
istimewa, karna aku yakin hal itu akan Ia lakukan juga terhadap lelaki yang mencintaiku
kelak. Pun ketika aku menjadi istri, semoga bisa mencintai dan dicintai orang
tua suami sebagaimana kasih sayang orang tua dengan anak kandung. …aamiin.
Depok, 29 Mei 2015